Kamis, 05 November 2015

Tingkat Kedalaman Aqidah dan Imlementasinya terhadap Pelaksanaan Syaria'at pada masyarakat Dusun Pattallassang. Desa Tabbinjai. Kec.Tombolo Pao. Kab.Gowa


-->
KATA PENGANTAR 
Alhamdulillah,itulah seuntai kata yang sepantasnya terlontar dari mulut penulis sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah swt atas inayah taufik dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan walaupun dalam bentuk yang sempurna secara maksimal. Banyak kendala dan hambatan yang dilalui oleh penulis dalam penyusunan skripssi ini, akan tetapi dengan segala usaha yang penulis lakukan sehingga semuanya itu dapat teratasi.
Shalawat dan salam senantiasa kita kirimkan kepada Nabi kita Muhammad saw. Sebagai Nabi pembawa risalah, petunjuk dan menjadi suri tauladan dipermukaan bumi ini.
Keberadaan skripsi ini tidak terlepas dariketerlibatan berbaagai pihak, baik secara langsung maupun tidak angsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis, sembah sujudku terkhusus dan teristimewa penulis persembahkan kepada: Ayahanda Zainuddin dan Ibunda Fatmawati yang telah melahirkan, mengasuh dan membesarkan penulis dengan penuh kesabaran dan pengorbanan, mengerahkan segala usaha, do’a dan cucuran keringatnya dengan harapan demi kesuksesan study penulis. Adik-adikku tercinta: Nurjannah, Mutmainnah dan Nirwana  yang senantiasa memberikan dukungan moril dan motivasi kepada kakandanya(penulis). Terus belajar jangan penah berhenti, kejar mimpi untuk kehidupan yang lebih berarti. Kalian yang terbaik. Dan kepada: Tengku Muhammad Hasbi, kanda Kartini, Hermawan, Mansur yang secara langsung memberikan bantuan moril dan material.
Ucapan terimakasi juga penulis haturkan kepada yang terhormat:
1.      Rector UIN Alauddin Makassar Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, M.A. dan pembantu Rektor UIN Alauddin Makassar.
2.      Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A, beserta seluruh Pembantu Dekan.
3.      Dr. Susdiyanto, M.Si dan Drs. Muzakkir, M.Pd selaku ketua dan sekertaris jurusa Pendidikan Agama Islam.
4.      Prof. Dr. H. Moh. Natsir Mahmud, M.A. dan Drs. Ruddin Emang, M.Pd yang telah membimbing penulis dengan mencurahkan segala waktu dan pikirannya dalam penyusunan skripsi ini.
5.      Para dosen serta pegawai dalam lingkup Fakultas Tabiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh pendidikan.
6.      Pemerintah dan para tokoh masyarakat Gowa terkhusus kepada masyarakat Dusun Pattallassang Desa Tabbinjai Kec.Tombolo Pao Kab. Gowa. Atas segala bantuannya dalam proses penelitian dalam rangka penyusunan skrisi ini.
7.      Seluruh teman dan sahabat yang telah membantu dalam penulisan skrisi ini baik secara moril maupun material.
Serta masih banyak lagi yang tidak disebut satu persatu, akhirnya kepada Allah penulis serahkan segalanya, semoga segala bantuan dan kerjasamanya mendapat pahala disisi Allah swt, Amin


 
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Aqidah dan syari’at merupakan permasalahan yang sangat fundamental dalam kehidupan beragama seorang muslim. Aqidah tanpa syari’at adalah hampa dan syari’at tanpa aqidah adalah sesat tiada guna tiada arti. Itulah seuntai kata yang melahirkan opini dalam diri setiap muslim bahwa aqidah yang selama ini tertanam dalam lubuk hati yang terdalam haruslah diimplementasikan pada peaksanaan syari’at yang oleh agama telah diatur  dan ditentukan sesuai dengan ketetapan dan qadarnya.
Dalam Islam, hubungan kait mengait antara aqidah dan syari’at merupakan repleksi yang jelas dari seluruh tatanan agama dan manipestasi dari ajaran filsafat yang sangat dalam. Ajaran Islam tidak mengakui alasan apapun yang memisahkan antara jiwa dan raga,materi dan spiritual. Karena tanpa itu, ia tidak adanya bedanya dengan binatang, ia juga tidak boleh mengabaikan kebutuhan fisiknya lantaran manusia memang bukan malaikat.
Letak kedudukan manusia dalam Islam berada pada posisi tengah. Ia tidak hanya terdiri dari urusan spiritual belaka layaknya malaikat dan begitupula tidak hanya unsur fisikal saja layaknya binatang dan mahluk tidak berakal lainnya, akan tetapi manusia merupakan perpaduan dari kedua unsur tersebut secara seimbang. Dalam kaitannya dengan masalah spiritual itulah, maka diperlukan aqidah yang mengatur manusia dengan zat penciptanya. Dalam pada itu, maka diperlukan aturan yang mengatur hubungan tersebut. Itulah syari,at, pelakasanaan dari aturan tersebut menceminkan tingkat kedalaman aqidah yang tertanam dalam dada setiap pribadi muslim.
Konsepsi tersebut diatas merupakan dasar atau pokok daripada ajaran Islam. Adapun penjabaran pokok-pokok tersebut yatu:
1.      Aqidah/Iman/Faith terdiri dari enam rukun iman. Aqdah Islamiah tersebut berdasarkan atas landasan yang kuat( Dalil qath’i: Al-Qur’an dan Hadis Mutawatir). Diluar rukun iman yang ke-enam tersebut seorang muslim tidak wajib mempercayai. Aqidah Islamiyah itulah yang mrupakan pkok dasar Islam dan pemersatu seluruh umat Islam didunia ini. Seseorang yang menganut kepercayaan yang bertentangan dengan aqidah Islamiyah adalah bukan golongan muslim secara hakekat tapi bias jadi ia keluar dari Islam.
2.      Syari’at, mengatur dua spek kehidupan manusia yang pokok, yaitu:
a.       Mengatur hubungan manusia dengan Allah yang disebut dengan “Ibadah”.
b.      Mengatur hubungan manusia dengan manusia ( Human relation ) yang disebut dengan “Muamalah”.[1]
Aqidah Islamiyah dalam Al-Qur’an dirumuskan dengan kata “ Iman”, sedangkan syari’at drumuskan dengan kata “amal saleh”. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl ayat 97 sebagai berkut :
Sebagaimana dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah An-Nahl ayat 97 sebagai berikut :
ô`tB Ÿ@ÏJtã $[sÎ=»|¹ `ÏiB @Ÿ2sŒ ÷rr& 4Ós\Ré& uqèdur Ö`ÏB÷sãB ¼çm¨ZtÍósãZn=sù Zo4quym Zpt6ÍhŠsÛ ( óOßg¨YtƒÌôfuZs9ur Nèdtô_r& Ç`|¡ômr'Î/ $tB (#qçR$Ÿ2 tbqè=yJ÷ètƒ ÇÒÐÈ
Artinya:  Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.[2] (QS. An-Nahl [16]: 97)

Dan dalam surah Al-‘Ashr :
ÎŽóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 AŽô£äz ÇËÈ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur ÎŽö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
Artinya:  Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.[3] (QS. Al-‘Ashr [103]: 1-3)

Al-Qur’an surah An-Nahal tersebut diatas, menjelaskan bahwa yang akan mendapatkan ganjaran kehidupan yang baik adalah mereka yang beriman dan mengerjakan amal saleh tanpa perbedaan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan.
Dalam Tafsir  Al-Misbah, kata (ﺻﺎﻟﺢ) shalih dipakai dalam arti baik, serasi atau bermamfaat dan tidak rusak.[4] Seseorang dinilai beramal shaleh apabila ia dapat memelihara nilai-nilai Sesuatu sehingga kondisinya tetap tidak berubah sebgaimana adanya, dan dengan demikian sesuatu itu tetap berfungsi dengan baik dan bermamfaat.
Sementara itu, firman-Nya (ﻮﻫﻭﻣﺅﻣﻥ) yang artinya “Sedang dia adalah mukmin”, mengarisbawahi syarat mutlak bagi penilaian  kesalehan amal. Keterkaitan antara amal shaleh dan iman menjadikan pelaku amal shaleh melakukan kegiatannya semata-mata karena Allah serta membekalinya dengan semangat berkorban dan  upaya beramal sebaik mungkin.
Sedangkan surat Al-Ashr dalam tafsir Al-Misbah disebutkan, bahwa iman adalah pembenaran hati atau apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW yang intinya dapat disimpulkan dalam rukun iman yang enam.[5]
Sementara itu ulama membagi ajaran Islam  kepada dua sisi yaitu pengetahuan dan pengamalan. Aqidah merupakan sisi pengetahuan sedang syariat merupakan sisi pengamalan. Atas dasar ini , para ulama diatas memahami(ﺍﻟﺫﻳﻥﺃﻣﻧﻭ) dalam arti orang-orang yang memiliki kedua sisi tersebut diatas.
Kata (ﻭﻋﻣﻟﻭﺍﻟﺻﺎﻟﺣﺕ) mengambarkan pengunaan daya manusia , baik daya fisik, fikir, daya qalbu atau daya hidup pada hal-hal yang memberikan mamfaat atau jauh dari kerusakan.
Jadi, sangatlah jelas bahwa aqidah yang diartkan sebagai iman memiliki relasi yang tida dapat dipisahkan dengan syariat yang kadang diartikan dengan amal shaleh.
Apa yang diuraikan tersebut, itulah agama Islam. Segenap manusia menurut agama Islam, mempunyai kedudukan dan kewajiban yang sama terhadap panggilan aqidah dan tuntunan syari’at. Dipikulah kewajiban yang serupa kepada segenap bangsa dan suku bangsa, tanpa memandang perbedaan perseorangan, pria dan wanita, berkulit hitam dan berkulit putih, juga tiada memandang perbedaan sosialnya, pemimpin atau yang dipimpin, perbedaan tingkat kehidupan, kaya dan miskin, ukuran dekat dengan Allah hanya bergantung pada tingkat kekuatan imannya, kepatuhan dan ketetapan hatinya menjalanka syari’at Islam.
Maka teranglah antara syari’at dan aqidah memiliki relasi dan jalinan yang erat, sehingga diantara keduanya tidak dapat dipisahkan. Aqidah menjadi pokok dan tenaga pendorong bagi syari’at, Sedang syari’at merupakan jawaban dan sambutan dari panggilan jiwa yang ditimbulkan oleh aqidah. Dengan terbentuknya jalinan yang erat ini, terbentuklah jalan menuju keseamata, kemenangan dan keberuntungan menurut yang telah ditentukan Alah untuk hambanya yang beriman.
Maka dengan demikian, orang yang mengatakan dirinya beraqidah Islamiyah tetapi mengenyampingkan syari’at atau hanya mematuhi syari’at tapi tidak menjunjung aqidah, maka orang tersebut bukanlah seorang muslim yang sejati dalam pandangan Allah. Orang tersebut bukan pulaberjalan disepanjang hukum Islam menuju keselamatan dan kejayaan.
Beranjak dari masalah tersebut diatas, maka penulis tergugah hati mengangkat “Tingkat Kedalaman Aqidah dan Implementasinya terhadap Pelaksanaan Syari’at Islam pada Masyarakat di Dusun Pattallassang Desa Tabbinjai Kec.Tombolo Pao K. Gowa” sebagai judul skripsi.

B.     Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang akan memberikan deskripsi umum menyangkut pokok permasalahan dari objek penelitian ini yaitu :
1.      Seberapa jauh implementasi tingkat kedalaman aqidah terhadap pelaksanaan syari’at Islam pada masyarakat Dusun Pattallassang Desa Tabbinjai Kec. Tombolo Pao Kab. Gowa?
2.      Bagaimanakah upaya untuk memperkuat imlementasi tingkat kedalaman aqidah terhadap pelaksanaan syari’at Islam pada masyarakat Dusun Pattalassang Desa Tabbnjai Kec. Tomblo Pao Kab. Gowa?

C.    Pengertian Operasional Variabel
Untuk menghindari interpretasi yang bersebrangan dengan maksud judul skripsi ini, maka penting kiranya penulis tegaskan pengertian dan maksud permasalahan tersebut yaitu :
Implementasi tingkat kedalaman aqidah terhadap pelaksanaan syari’at Islam yang penulis maksud yaitu seberapa besar pelaksanaan ibadah dalam hal ini adalah ibadah khassah yang meliputi shalat, zakat dan  puasa yang tata cara dan kadarnya telah ditetapkan oleh ajaran agama Islam. Adapun indikator yang dapat dijadikan ukuran, dapat dilihat pada tingkat pelaksanaan shalat, zakat dan puasa pada masyarakat tersebut. Instrumen yang digunakan adalah angket dan wawancara dengan teknik analisis kuantitatif deskrptif dan kualitatif deskriftif.
Masyarakat yang penulis maksud sebagai objek penelitian yaitu masyarakat Dusun Pattalassang Desa Tabbinjai Kec. Tombolo Pao Kab. Gowa.

D.    Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Adapun  tujuan penelitian yang penulis maksud dalam pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut  :
1.      Untuk mengetahui implementasi tingkat kedalaman aqidah terhadap pelaksanaan syari’at pada masyarakat Dusun Pattallassang Desa Tabbinjai Kec. Tombolo Pao Kab. Gowa.
2.      Untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam memperkuat implementasi tingkat kedalaman aqidah terhadap pelaksanaan syari’at pada masyarakat Dusun Pattallassang Desa Tabbinjai Kec. Tombolo Pao Kab. Gowa.
Sedangkan kegunaan penelitian  ini  yaitu :
1.      Kegunaan ilmiyah. Sebaga hasil karya nyata penulis dari disiplin ilmu yang diperoleh untuk dikembangkan kearah pembentukan kepribadian muslim serta memberikan konstribusi bagi perkembangan  ilmu pengetahuan.
2.      Kegunaan praktis. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan bagi  peneliti yang ingin meneliti masalah aqidah dan syari’at, dan secara umum dapat memberikan informasi kepada pembaca menyangkut aqidah dan syari’at Islam.

E.     Garis Besar Isi Skripsi
Skripsi ini terdiri dari lima bab, dan setiap bab mempunyaipembahasan yang saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Bab pertama adalah bab pendahuluan, yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, pengertian judul, tujuan dan kegunaan penelitian serta garis besar isi skripsi.
Bab kedua tinjauan pustaka, yang meliputi: aqidah, syari’at serta implementasi dan upaya memperkuat aqidah terhadap pelaksanaan syari’at Islam.
Bab ketiga metode pelitian, yang meliputi : populasi dan sampel, teknik pengumpulan data,instrument pengumplan data dan teknik analsis data.
Bab keempat, hasil penelitian yang meliputi :Selayang pandang Dusun Pattallassang, Implementasi dan upaya memperkuat tingkat kedalaman aqidah terhadap pelaksanaan syari’at pada masyarakat Dusun Pattallassang Desa Tabbinjai Kec. Tombolo Pao Kab. Gowa.
Bab kelima penutup, yang meliputi: Kesimpulan dan implikasi yang merupakan inti dan repleksi dari isi skripsi ini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Aqidah
1.      Pengertian Aqidah Islamiyah
Dalam kamus Al-Munawwir, disebutkan bahwa aqidah berakar dari kata ‘aqada-ya’qudu-‘aqdan-‘aqidatan, yang berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kokoh. Setelah terbentuk menjadi aqidah berarti keyakinan.[6] Relevansi antara arti kata ‘aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengingat dan mengandung perjanjian.
Secara terminologis, terdapat beberapa definisi tentang aqidah, antara lain :
a.       Menurut Hasan Al-Banna
Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati(mu), mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan.[7]
Manusia dititipkan oleh Allah Swt. dua potensi secara umum, yaitu potensi jasadiyah dan potensi rohaniah. Potensi jasadiyah bertolak pada apa-apa yang secara inderawi dapat disaksikan. Sementara pada potensi rohaniah terisolasi pada hal-hal yang sifatnya inderawi.
Ruang lingkup dari potensi rohaniah adalah hati dan pikiran. Kedua bagian itulah manusia disebut sebagai manusia. Dengan pikiran, manusia menganalisa, merasionalkan dan mengempiriskan yang kemudian diterima dan memberikan kepuasan batin. Akan tetapi, tidak semua hal harus rasional dan empiris. Di saat seperti inilah hati akan bereaksi memancarkan keyakinan dan terlukiskan dalam bentuk amaliyah.
Rukun iman merupakan pondasi berIslamnya seorang muslim adalah merupakan perkara yang kebenarannya wajib diyakini oleh hati dengan diperkuat oleh dalil-dalil aqli rasional analisis menguburkan keragu-raguan, menjadikan aqidah murni tanpa noda yang kemudian melahirkan ketenteraman jiwa.
b.      Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jaizary
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu.[8]
Untuk lebih memahami kedua definisi tersebut di atas, perlu dikemukakan beberapa catatan tambahan, yaitu :
a.       Ilmu terbagi dua. Pertama, ilmu dharuri yaitu ilmu yang dihasilkan oleh indera dan tidak memerlukan dalil, misalnya kita melihat buku di depan mata, maka kita tidak lagi perlu dalil atau bukti bahwa benda itu ada. Kedua, ilmu nazhari yaitu ilmu yang memerlukan dalil atau pembuktian, misalnya ketiga sisi segitiga sama sisi mempunyai panjang yang sama, memerlukan dalil bagi orang yang tidak mengetahui teori itu. Diantara ilmu nazhari itu, ada hal-hal karena sudah sangat umum dan terkenal tidak memerlukan dalil lagi, misalnya sebagian lebih sedikit dari seluruh. Kalau sebuah roti kita potong sepertiganya, maka yang dua per tiga tentu lebih banyak dari yang sepertiga, tetapi hal itu pasti diketahui oleh siapa saja termasuk anak kecil sekalipun. Jadi, badiyah adalah segala sesuatu yang kebenarannya perlu dalil pembuktian, tetapi karena sangat umum dan mendarah daging maka kebenaran itu tidak lagi perlu pembuktian.
b.      Setiap manusia fitrah mengalami kebenaran (bertuhan) indera untuk mencari kebenaran, akal untuk menguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk mencari pedoman menentukan mana yang benar dan mana yang tidak.
c.       Keyakinan tidak boleh sedikitpun dengan keraguan. Sebelum seseorang sampai ke tingkat yakin (ilmu) dia terlebih dahulu mengalami :
1)      Syah, yaitu sama kuat antara membenarkan sesuatu atau menolaknya;
2)      Zhan, yaitu salah satu lebih kuat sedikit dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya;
3)      Ghalababuz zhan, yaitu cenderung lebih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya. Keyakinannya yang sudah sampai ke tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.
d.      Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa. Artinya lahirnya seseorang bisa saja berpura-pura meyakini sesuatu, akan tetapi hal itu tidak mendatangkan ketenteraman jiwa, karena dia harus melaksanakan sesuatu yang berlawanan dengan keyakinannya.
e.       Bila seseorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu. Artinya seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang bertentangan.
f.       Tingkat keyakinan (aqidah) seseorang tergantung pada tingkat pemahaman terhadap dalil, misalnya :
1)      Seseorang akan meyakini adanya negeri Sudan bila ia mendapat informasi tentang negara tersebut dari seseorang yang dikenal tidak pernah bohong;
2)      Keyakinan itu akan bertambah apabila ia mendapatkan informasi yang sama dari beberapa orang lain, namun tidak terhadap kemungkinan dia akan meragukan kebenaran informasi itu apabila ada syubhat (dalil-dalil yang menolak informasi tersebut);
3)      Bila dia menyaksikan foto Sudan, bertambahlah keyakinannya, sehingga kemungkinan untuk ragu semakin kecil;
4)      Apabila dia pergi menyaksikan sendiri negeri tersebut, keyakinannya semakin bertambah dan segala keraguan akan hilang, bahkan dia mungkin ragu lagi, serta tidak akan mengubah pendiriannya sekalipun semua orang menolaknya;
5)      Apabila dia jalan-jalan di negeri Sudan tersebut dan memperhatikan situasi kondisinya, bertambahlah pengalaman dan pengetahuannya tentang negeri yang diyakininya itu.[9]
Selain itu, disebutkan bahwa aqidah ialah pendapat dan pikiran atau anutan yang mempengaruhi jiwa manusia, lalu menjadi sebagai suatu bagian dari manusia sendiri, dibela, dipertahankan, dan diitikadkan bahwa hal itu adalah benar.[10]
Sementara itu, Z.A. Syihab menyebutkan bahwa aqidah adalah kepercayaan dan keyakinan yang tumbuh dalam lubuk hati yang paling dalam.[11]
Dikaitkan dengan QS. Al-Anfal ayat 2 akan kepercayaan dan keyakinan yang tumbuh dalam lubuk hati yang terdalam yaitu dengan melihat reaksi kalbu melalui amaliyah di saat sifat-sifat keagungan Allah disebutkan dan disaat ayat-ayat Allah (ayat-ayat kauliyah dan kauniyah Allah) dibacakan.
Dari beberapa definisi tersebur di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aqidah digerakkan oleh hati dan melahirkan suatu keyakinan yang mendalam tanpa diiringi dengan suatu keragu-raguan, dalam hal ini adalah menyangkut eksistensi Allah Swt. dengan ayat-ayat kauliyah maupun kauniah-Nya.

2.      Sumber Aqidah Islam
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan Sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan Allah Swt. dalam Al-Qur’an dan oleh Rasulullah Saw. dalam sunnahnya, wajib diimani (diyakini dan diamalkan).[12]
Akal pikiran tidaklah menjadi sumber aqidah, tetapi hanya berfungsi memahami nash-nash yang terdapat dapat dalam kedua sumber tersebut dan mencoba –kalau diperlukan– membuktikan secara ilmiah kebenaran yang disampaikan oleh Al-Qur’an dan Sunnah, itupun harus didasari oleh sebuah kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemampuan semua makhluk Allah Swt. Akal tidak akan mampu menjangkau masail ghaibiyah, bahkan akal tidak akan mampu menjangkau sesuatu yang tidak terikat dengan ruang dan waktu. Misalnya akal tidak akan mampu menjawab pertanyaan kekal itu sampai kapan? Atau akal tidak akan mampu menunjukkan tempat yang tidak ada di darat, di udara, di luat dan tidak ada dimana-mana, karena kedua hal tersebut tidak terikat oleh ruang dan waktu. Oleh sebab itu, akal tidak boleh dipaksa memahami hal-hal ghaib tersebut dan menjawab pertanyaan segala sesuatu tentang hal-hal ghaib itu. Akal hanya perlu membuktikan jujurkah atau bisakah dibuktikan secara ilmiah ?
Dengan wafatnya Rasulullah Saw., berakhirlah turunnya wahyu Allah Swt. dan terhenti pulalah sunnah Rasul. Dengan kata lain, sempurnalah agama yang diturunkan Allah dalam semua aspeknya, sempurna dan tidak boleh lagi ditambah dan tidak pula untuk dikurangi.
Seandainya ada kemungkinan ada yang tidak cocok dengan akal manusia, bukanlah berarti agama itu yang salah, akan tetapi akal itu sendiri yang tidak bisa untuk menjangkaunya. Bila sepatu yang sempit janganlah kaki yang diraut, tapi carilah sepatu yang cocok dengan kaki itu. Begitu pula jika kopiah yang sempit, jangan kepala yang ditarah, tetapi carilah kopiah yang sesuai dengan kepala tersebut.[13]
Al-Qur’an dan Sunnah yang merupakan sumber aqidah Islam adalah merupakan peninggalan dan warisan bagi kita umat muslim, sesuai dengan sabdanya :
ﺍﷲ ﻋﻥ ﺃﺑﻳﻪ ﻋﻥ ﺟﺩﻩ ﻗﺎﻝ׃ ﻗﺎﻝ ﺭﺴﻭﻝ ﺍﷲ ﺼﻟﻌﻡ׃ ﺗﺭﻜﺕ ﻓﻳﻜﻡ ﺃﻣﺭﻳﻥ ﻟﻥ ﺗﺿﻟﻭﺍ ﻋﺑﺩ ﻛﺛﻳﺭﺑﻥ ﻋﻥ
ﻨﺑﻳﻪ ﻭﺳﻨﺔ ﺍﷲ ﻜﺗﺎﺐ :ﺑﻬﻣﺎ ﺗﻣﺳﻜﺗﻡ ﻣﺎ
Artinya:  Dari Katsir bin Abdillah, dari ayahnya, dari datuknya ia berkata, berkata Rasulullah Saw.: “Aku tinggalkan padamu sekalian dua pusaka, yang tidak akan sesat kamu selama-lamanya, jika kamu tetap berpegang teguh pada keduanya: kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya”.[14] (HR. Ibnu Abdil Barr)

Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Saw. merupakan Undang-undang yang mengajarkan tentang ketauhidan (mengesakan Allah) yang merupakan pondasi atau titik dasar beragama bagi seorang muslim. Hal ini dapat dilihat dalam Al-Qur’an surah Az-Zukhruf ayat 81 sebagai berikut :
ö@è% bÎ) tb%x. Ç`»uH÷q§=Ï9 Ó$s!ur O$tRr'sù ãA¨rr& z`ƒÏÎ6»yèø9$# ÇÑÊÈ  
Artinya:  Katakanlah, jika benar Tuhan yang Maha Pemurah mempunyai anak, Maka Akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu).[15] (QS. Az-Zukhruf [43]: 81)

Jadi, dapat disimpulkan bahwa sumber aqidah Islam yaitu pusaka yang telah ditinggalkan oleh Rasulullah Saw. yaitu Al-Qur’an dan Sunnah. Adapun akal hanyalah mediator untuk memperkuat aqidah kaum muslimin.

3.      Fungsi Aqidah Islamiyah
Aqidah adalah dasar, pondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh pondasi yang dibuat. Jika pondasinya lemah, bangunan itu akan cepat ambruk, tidak ada bangunan tanpa pondasi.

Author: